DI balik gemerlap booth penuh warna dan produk kreatif dari local brand Indonesia, ada sosok perempuan tangguh yang selama 14 tahun konsisten memperjuangkan panggung bagi brand lokal. Dialah Saira Nisar, CEO Trademark Market, sebuah platform yang tidak hanya menjadi ajang jual-beli, tetapi juga ruang tumbuh bagi para pengusaha muda lokal untuk naik kelas dan dikenal lebih luas.
Bermula dari Bandung pada 2011, Trademark Market lahir dari keresahan Saira akan keterbatasan ruang bagi brand lokal untuk tampil.
“Goal awal memang ingin angkat local brand Bandung, tapi ternyata potensinya jauh lebih besar. Seiring waktu, banyak brand dari luar Bandung seperti Surabaya dan Makassar yang tertarik dengan konsep Trademark Market, bahkan ada pula pengunjung dari Kuala Lumpur datang ke Bandung,” ujar Saira dalam press conference Trademark Market di City Hall PIM 3, Jakarta pada Jumat (25/7). Dan dari sanalah, mimpi itu tumbuh mekar.
Tema “Madness in Bloom” yang diusung Trademark Market tahun ini bukan tanpa alasan. Saira menyebutkan bahwa ini mencerminkan keberanian dan keunikan yang dimiliki oleh brand-brand lokal saat ini.
“Kegilaan (madness) dalam hal keunikan produk, kurasi yang lebih ketat, dan booth di Jakarta yang lebih banyak—sampai 140-an, sedangkan bloom lebih ke harapan supaya bisa mekar bareng-bareng, local brand kian berkembang,” papar Saira tentang filosofi di balik tema Madness in Bloom.
Meski pasar Jakarta dikenal penuh persaingan dengan segudang event, Trademark Market berhasil menarik perhatian berkat diferensiasi konsep, kekuatan komunitas, dan kurasi yang tidak main-main. “Di Jakarta, kami harus meyakinkan orang untuk datang, melihat sendiri. Setelah mereka ke sini, ternyata ini jadi start yang bagus,” kata Saira yang juga memiliki beauty brand bernama BOS (Beauty of Saira).
Tidak berlebihan jika menyebut Trademark Market sebagai inkubator wirausaha lokal. Dari tahun ke tahun, Saira melihat sendiri bagaimana brand yang dulu tidak dikenal kini tumbuh besar bersama Trademark.
“Dulu belum dikenal, ikut Trademark, sekarang dikenal dan berkembang. Goals achieved,” katanya dengan bangga.
Saira juga sadar bahwa menjadi entrepreneur bukanlah hal mudah. Ia mengatakan dengan jujur, “Bangun brand itu susah, maintenance-nya lebih susah lagi. Hasil tidak instan. Harus inovasi terus dan terima kegagalan.”
Menurutnya, banyak yang menyerah di tengah jalan karena tidak siap menghadapi realita bisnis. Tapi ia percaya, ketika visi dan misi kuat, serta disertai kerja keras, hasil pasti akan menyusul.
Salah satu tantangan terbesar dalam membesarkan brand lokal adalah soal kepercayaan diri. Bagi Saira, ini harus dilawan dengan keberanian untuk berdiri sejajar bahkan dengan brand besar.
“Banyak yang takut bersaing dengan brand yang sudah punya nama besar, padahal enggak perlu takut. Contohnya di sini (Trademark Market), ada booth Wardah, terus BOS (Beauty of Saira-red) aku taruh di sebelahnya. Menurutku, enggak masalah. Pasti ada yang beli Wardah dan ada yang beli BOS, semua orang punya kesukaan masing-masing,” tegas Saira, menekankan pentingnya pemilik brand bangga dan mencintai produk mereka.
Ia juga menyatakan harapannya agar pemilik brand yang berpartisipasi di Trademark Market tidak serta merta menganggap brand-brand lain sebagai saingan. Ajang ini justru bisa menjadi sumber inspirasi, melihat bagaimana kreativitas brand mulai dari interior booth hingga strategi promosi.
Saira menambahkan saat ini pasar—yang diisi banyak Gen Z, menghargai adanya personal touch. “Brand yang punya personal touch, penuh totalitas, dan enggak sekadar ikut tren itu yang bakal eksis. Gen Z sekarang kaget, ternyata ada produk lokal sebagus ini, dan mereka bangga memakainya.”
Untuk menjaga kualitas, Saira membentuk tim kurasi profesional yang tidak hanya menilai produk secara visual, tapi juga sisi branding, media sosial, dan konsistensinya. “Kami cek media sosial mereka, lihat cara presentasi, packaging, sampai aftersales. Ini juga bagian dari mempelajari entrepreneurship,” ujarnya.
Ke depannya, Trademark Market berencana menambah peran sebagai inkubator entrepreneur yang lebih sistematis. Harapannya, ini bisa menjadi tempat belajar bisnis dan kolaborasi yang lebih terstruktur bagi brand-brand lokal yang ingin naik kelas.
Satu pesan Saira yang paling kuat adalah semangat untuk mendukung produk lokal sepenuh hati. “Trademark Market is not just a market. Ini tempat banyak local brand merintis eksistensi. Jadi, jangan lupa post dan sharing, dukung mereka. Itu cara kita bantu local brand dan ekonomi Indonesia tumbuh,” pesannya.
Dengan semangat “Support Local Brand”, Trademark Market bukan hanya sebuah event, tapi gerakan kolektif yang terus mekar. Kini, setelah sukses menggelar lebih dari satu dekade di Bandung dan tiga kali hadir di Jakarta, Trademark Market bersiap menjejak kota baru: Surabaya, pada September mendatang.
Tapi langkah Saira tak berhenti di situ. Ia menyimpan impian besar: membawa local brand Indonesia tampil di kancah internasional. "Impian tertinggi aku? Trademark Market hadir di luar negeri. Di Kuala Lumpur, Singapura, Dubai… mendukung mimpi brand lokal untuk go global,” pungkasnya optimis.
KOMENTAR ANDA